Pagi yang cerah mengawali kehidupan baru Aureliana bersaudara. Mereka
sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah dan memulai aktivitasnya.
Stella yang sudah tahu bahwa ia bukan anak kandung dikeluarga ini
mencoba melupakan hal itu. Hanya satu bulan waktu yang ia miliki bersama
keluarga ini, dan ia akan gunakan sebaik-baiknya..
“Kami berangkat dulu ya Yah, Bun..” ucap Stella.
“Iyaa. Semuanya hati-hati dijalan yaa.” Kata Bunda.
Semua
pun berangkat ke sekolah seperti biasa. Stella sangat menikmati sisa
waktu yang ia miliki bersama keluarga yang sudah membesarkannya itu.
Walaupun hanya sebentar, ia tak mau terlalu memikirkan itu. Kemarin
adalah masa lalu, hari ini adalah hidupku, esok adalah masa depanku. Itu
yang ada dalam pikiran Stella.
“Eh, ada yang tahu nggak? Kemarin katanya ada yang nagis lohh..” ejek Ochi.
“Emang iya yaa? Siapa Chi?” Tanya Shania.
“Itu tuh, yang pakai sepeda warna pink..” sambil menengok ke Stella.
“Apa? Emang iya yaa kak? Kak Stella nangis kenapa?” Tanya Nabilah.
“Nggak papa kok Bil, aku cuman terharu aja lihat album fotoku waktu masih kecil. Jadinya pengin nangis..” Jawab Stella.
“Emang iyaa sih. Mataku kadang berkaca-kaca kalau lihat foto masa kecil kita.” Tambah Sonya.
“Kalau berkaca-kaca sih nggak papa Nya, lah ini sampai nangis loh. Haha.” Ejek Ochi lagi pada Stella.
“Memang
kamu nggak pernah nangis ya Chi? Bukannya dulu waktu kecil kamu mainan
sendok plastic dan kena matamu sendiri aja nangis yaa?” ejek Ve.
“Apa? Emang pernah? Aku nggak inget..” ucap Ochi cemberut.
“Jelas pernahlah, orang waktu itu kamu mainnya sama kak Imel kok. Haha. Iya kan Mel?” terang Ve.
Melody
hanya terdiam. Ia masih berpikir ada masalah apa sebenarnya pada
Stella. Ia masih memikirkan kata-kata yang kemarin diucapkan Stella.
Kata-kata itu menjurus ke sebuah perpisahan. Tapi Melody tidak mau
berpikiran negative.
“Tuh kan, kak Imel aja diem. Berarti kak Ve bohong..” ucap Ochi.
“Ehh, apa? Enggak kok, kata Ve tadi tuh bener. Kamu pernah nangis karena main sendok.” Ucap Melody gugup.
“Hahahaha. Kak Ochi memalukan. Mainan sendiri, nangis sendiri.” Ejek Nabilah.
“Nabilah juga punya kenangan seperti itu loh. Jangan dikira enggak.” Kata Sonya.
“Iya. Aku inget. Waktu itu Nabilah lagi main sama aku, Shania dan Sonya.” Tambah Cleo.
Ditengah
semua pembicaraan yang hangat itu, Stella hanya tersenyum-senyum saja.
Ia tidak mau memusingkan hal yang telah terjadi. Yang ia tatap kini
adalah apa yang ada sekarang, dan apa yang akan terjadi esok..
Tak
terasa perjalanan ke sekolah sudah dekat. Mereka mulai berpisah satu per
satu seperti biasanya. Mengikuti pelajaran disekolah seperti biasa,
mengawali hari itu dengan doa, dan menjalani hari itu dengan senyuman.
(*)
Stella
yang terpilih sebagai peserta kontes model antar sekolah pun mulai
berlomba. Ia dihantar oleh guru pembimbingnya mengikuti lomba itu. Satu
jam waktu diberikan oleh panitia lomba untuk melatih para peserta agar
bisa berakting baik di depan kamera. Kontes model yang berlangsung di
Bandung itu diikuti oleh lebih dari dua puluh SMA dari Bandung. Semua
peserta yang ada disana cantik-cantik, parasnya manis, dan menarik.
Stella sempat tidak percaya diri setelah melihat para peserta yang ada.
Ia sempat gugup. Disana, ia merasa bahwa ia memliki paras paling jelek
dari pada peserta lain.
“Kamu gugup ya Stell?” Tanya guru pembimbingnya.
“Iyaa Bu. Semua peserta disini cantik. Saya jadi kurang percaya diri Bu..” jawab Stella.
“Kalau semua pesertanya cantik, kamu termasuk cantik atau nggak?” Tanya gurunya lagi.
“Ehh. Iyaa juga ya Bu. Berarti disini saya termasuk yang cantik juga. Hehe.” Kata Stella.
“Kalu
begitu kenapa kamu harus gugup? Modeling itu tidak mengutamakan
kecantikan atau paras, semua itu nomer dua. Kamu tahu apa yang nomer
satu?” Tanya gurunya.
“Enggak Bu. Emang apa Bu?”
“Yang nomer satu
itu adalah kepercayaan diri dan cara memikat orang lain. Kalau kamu bisa
percaya diri, itulah dasarnya. Setelah itu, kamu harus bisa memikat
orang yang melihat kamu. Pikat mereka dengan senyuman dan pesonamu.
Itulah yang dimaksud kecantikan paras didunia modeling ini. Tahu kan?”
terang guru Stella diakhiri dengan senyuman.
“Tahu Bu. Terima kasih Bu.” Ucap Stella.
Rasa
percaya diri Stella telah bangkit lagi berkat nasehat gurunya. Kini ia
siap mengikuti lomba itu dengan penuh semangat dan kerja keras. Stella
lalu berlatih pose oleh gurunya.
Satu jam berlalu. Para peserta
bersiap satu per satu untuk berpose dan diambil gambarnya. Stella
mendapatkan nomer urut terakhir. Ia bisa lebih mempersiapkan dirinya
selagi peserta lain berlomba.
Sementara itu, Shania, Sonya dan Ochi
sedang berolahraga. Mereka bermain voli. Mereka sangat pandai memainkan
olah raga yang satu ini. Tidak heran kalau mereka terpilih menjadi tim
inti voli untuk wanita. Guru olahraga mereka sangat bangga akan hal itu.
Shania, Sonya, dan Ochi sudah berkali-kali membawa sekolahnya menjadi
juara di kejuaraan voli. Entah antar daerah, atau antar kota.
Dicerita
yang lain, Nabilah sedang asik-asiknya beristirahat sambil memakan
bekal yang dibawakan oleh Ibundanya. Seperti biasa, ia senang bila
Ibundanya membawakan bekal yang lauknya telur dadar ataupun telur mata
sapi. Karena itu makanan favorit Nabilah sejak kecil. Ia memakan semua
itu dibawah pohon rindang dibelakang halaman sekolahnya. Angin yang
berhembus membuat suasananya sejuk untuk Nabilah.
Melody, Ve, dan
Cleo juga sedang beristirahat. Tapi mereka tidak beristirahat karena
harus menyelesaikan tugas praktikum yang diberikan guru mereka. Mereka
bertiga sangat semangat di mata pelajaran IPA. Mereka adalah jagonya
untuk masalah itu. Melody sangat pandai Biologi, Ve sangat berbakat di
Fisika, sementara Cleo adalah jagonya Kimia. Murid-murid yang lain juga
mengakui kepandaian mereka. Mereka bertiga adalah juara dikelasnya
masing-masing.
(*)
Dan di kontes model yang sedang
berlangsung, tibalah giliran Stella. Ia memasuki ruang penjurian dan
pengambilan gambar dengan rasa percaya diri yang tinggi. Pose demi pose
ia tampilkan. Peserta lain melihat dari layar LCD yang ada diluar
ruangan itu. Peserta lain kagum melihat apa yang dilakukan oleh Stella.
Apalagi guru pembimbingnya. Suatu saat, kamu akan menjadi seorang model.
Ucap guru pembimbing Stella dalam hati.
Akhirnya lomba pun selesai.
Tiba saatnya pembacaan nilai oleh juri. Para peserta rata-rata mendapat
nilai total tinggi, tujuh ratus sampai delapan ratus dari ketiga juri.
Tibalah pembacaan nilai terakhir yang tidak lain untuk Stella. Stella
dan gurunya sudah sangat berdebar-debar menanti itu.
“Baiklah,
sekarang nilai untuk peserta terakhir bernama Stella Cornelia Winarto.
Nilai untuk peserta nomor urut empat puluh delapan ini adalah..” ucap
salah seorang panitia yang terhenti.
Para peserta termasuk Stella sangat penasaran akan hal itu.
“Maaf
untuk peserta nomer urut empat puluh delapan, ananda harus pulang
dengan tambahan beban karena ananda akan membawa pulang piala nomor satu
kejuaraan kontes model antar kota ini.” Ucap panitia dengan kerasnya.
“Yeee! Yeeee! Bu guru, saya menang. Saya menang Bu!” teriak Stella dengan senangnya.
“Iyaa Stell, selamat ya. Ibu tahu kamu pasti bisa.” Ucap gurunya.
Semua
peserta memberikan tepuk tangan untuk Stella yang telah menjadi juara
satu lomba itu. Para peserta yang dekat dengannya juga bersalaman dan
memberi selamat kepada Stella.
“Untuk para peserta, harap diketahui
bahwa nilai Stella adalah yang tertinggi. Ananda menang dengan raihan
nilai sembilan ratus tujuh puluh enam. Selamat untuk ananda. Piala akan
diberikan oleh juri kepada peserta juara satu, dua, dan tiga.” Lanjut
panitia.
Stella dan peserta juara lainnya naik keatas panggung untuk
menerima piala. Piala yang diterima Stella cukup besar. Dan dipiala
tersebut terlulis namanya sebagai juara satu lomba kontes model SMA
antar kota. Guru pembimbingnya yang sangat bangga akan hal itu langsung
menelpon kepala sekolah untuk memberi tahukan kabar gembira ini.
“Halo Pak?”
“Iyaa Bu. Ada apa?”
“Stella murid kita menang sebagai juara satu lomba model SMA antar kota pak.” Ucapnya dengan gembira.
“Yang benar Bu? Selamat kalau begitu. Saya akan beritahukan pada guru dan saudaranya disini Bu, mereka pasti gembira.”
“Iya pak. Terima kasih. Kita akan segera kembali ke sekolah setelah ini.”
“Iya Bu. Kami tunggu..”
Pembicaraan
ditelpon mereka pun berakhir. Stella dan gurunya segera kembali ke
sekolah dengan membawa sebuah piala. Piala itu diletakkan di tempat
duduk belakang mobil. Stella dan gurunya mengobrol dalam perjalanan
kembali ke sekolah.
Sesampai disekolah, Melody, Ve dan Cleo sudah
menyambut Stella. Begitu juga beberapa guru yang bangga dengan prestasi
muridnya itu.
“Selamat ya Stell, kamu jadi juara satu. Kita semua bangga sama kamu.” Sambutan Melody.
“Terima kasih Mel..” ucap Stella terharu melihat semua orang didekatnya saat ini sangat perhatian kepadanya.
Para
guru juga memberi semangat dan tambahan motivasi untuk Stella dan murid
lainnya. Kepala sekolah secara langsung mengucapkan bahwa beliau bangga
dengan semua prestasi yang dicapai oleh murid-murid disekolah itu.
Raihlah mimpimu selagi bisa. Usaha keras, semangat, percaya diri,
pantang menyerah, latihan, dan doa adalah kuncinya. Itulah kalimat
terakhir yang dikatakan oleh kepala sekolah. Semua murid tergugah karena
itu. Murid-murid yang mendengar semua itu menjadi bangga dan semakin
bersemangat untuk meraih prestasi lainnya.
(*)
Semuanya
berlalu, tapi tidak untuk kebahagiaan Aureliana besaudara ini. Mereka
bersepeda pulang ke rumah dengan penuh semangat dan bahagia untuk
mengabarkan berita yang baru saja terjadi. Ayah dan Bunda menyambut hal
itu dengan sangat senang. Mereka bangga pada anak-anaknya. Semua yang
terjadi hari ini dilalui oleh Melody, Stella, Cleo, Ve, Sonya, Shania,
Ochi, dan Nabilah dengan baik seperti hari yang lalu. Prestasi yang
mereka raih seakan tidak terbendung.
Hari demi hari terus mereka
lalui bersama. Tawa, canda, dan keharmonisan selalu ada di keluarga itu.
Waktu Stella bersama dengan mereka semakin sedikit. Sudah dua minggu
berlalu, dan dua minggu tersisa. Tapi ia tetap menikmati hari itu
seperti sebelumnya.
“Hari ini aku menjuarai lomba kontes model.
Aku sangat bahagia. Aku lebih bahagia karena aku bisa menjadi bagian
dikeluarga yang tidak lama lagi akan aku tinggalkan ini. Tapi semua
keakraban ini belum waktunya untuk berakhir. Aku masih memiliki empat
belas hari tesisa dengan keluarga ini, tak akan aku sia-siakan. Terima
kasih Tuhan atas semua ini. Semoga hari-hari berlalu semakin lama agar
aku bisa disini lebih lama lagi. Semoga waktu yang aku lalui tidak cepat
berlangsung, agar aku masih bisa bersama keluarga ini. Aku sayang semua
yang ada disini. Inilah arti keluarga untukku..”
Stella Cornelia
Itulah
yang dituliskan Stella di buku diary miliknya. Ia pun langsung tidur
untuk bermimpi indah malam itu. Mimpi panjang selalu ia harapkan agar
hari esok datang terlambat. Melihat Stella yang sudah tidur pulas, Ayah
dan Bunda masuk ke kamar lalu membuka dan membaca buku diary yang ada
diatas meja milik Stella. Ayah dan Bunda terharu setelah membaca itu..
“Selamat tidur Stella. Ayah dan Bunda sayang kamu..” ucap pelan Ayah.
Ibunda pun mengecup kening Stella untuk menghantarkannya menuju mimpi indah..
~ To Be Continued ~
Nih, yang mau kenalan sama penulisnya.. =))
Twitter : Hilman Farizan
Jangan lupa, visit blog-nya juga ya di Relatable 48 :))
No comments:
Post a Comment
Ehm, sudah tahu aturan komentar yang baik dan benar kan?