Well, bertepatan dengan dihelatnya pagelaran The 21st Indonesia International Motor Show pada 19 September lalu, perdebatan soal mobil LCGC tampaknya makin menghangat. Ada yang pro dengan mobil LCGC karena membuat mobil lebih terjangkau ke kalangan menengah. Ada pula yang kontra karena menganggap LCGC hanya akan menambah kemacetan.
Gue pribadi, ngga setuju dengan adanya mobil Low Cost Green Car ini.
Sebelumnya, apa sih Low Cost Green Car itu?
Asumsinya, Low Cost Green Car adalah mobil kompak bermesin tak lebih dari 1.200 cc dengan konsumsi bahan bakar yang irit dan harga yang terjangkau. Sebagai contoh, beberapa mobil LCGC yang sudah beredar di pasaran diantaranya adalah: Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Honda Brio Satya, dan Datsun Go.
Toyota Agya |
Honda Brio Satya |
Datsun Go |
Rata-rata, harga mobil LCGC ini tidak lebih dari 120 juta rupiah. Mengapa harganya bisa semurah ini? Karena mobil LCGC ini mendapat potongan pajak spesial dari pemerintah.
Mengapa mobil LCGC ini mendapat potongan pajak dari pemerintah? Selain untuk mendukung program mobil ramah lingkungan, kabarnya semua mobil LCGC ini diharuskan untuk menggunakan komponen dalam negeri sampai 80%.
Ketua III Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Johnny Darmawan, mengungkapkan bahwa LCGC adalah kesempatan untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi bagi produsen kelas dunia dan membuka kesempatan untuk warga Indonesia kelas menengah ke bawah untuk memiliki kendaraan roda empat. Lebih jauh, Johnny juga mengungkapkan bahwa LCGC juga akan membuka lapangan kerja, menarik minat investor, dan menggerakan sektor perekonomian Indonesia. (sumber: Kompas.com)
Oke, awalnya gue juga cukup gembira dengan berita ini. Membuat harga mobil lebih terjangkau. Tapi, apa kita sudah siap dengan program "now everyone can have a car" ini?
No, we are not.
Harga yang murah membuat mobil-mobil ini lebih mudah diperoleh. Ada yang masih ingat saat 'booming' sepeda motor beberapa tahun lalu? Sepeda motor menjadi lebih mudah diperoleh karena selain harga yang murah dan lebih irit (dan dianggap ramah lingkungan), saat itu sepeda motor dianggap sebagai solusi kemacetan Jakarta.
Orang-orang ramai membeli sepeda motor. Perusahaan leasing membuat populasi sepeda motor makin menjadi. Bayangkan, dengan DP 250 ribu rupiah Anda bisa langsung membawa pulang sebuah sepeda motor dengan spesifikasi standar.
Seperti kita tahu, orang Indonesia sangat terkenal dengan sifat latah dan gengsiannya. Berbondong-bondong mereka membeli motor via perusahaan leasing tanpa pertimbangan matang-matang.
Hasilnya sekarang? Jakarta menjadi lautan sepeda motor. Apa Jakarta menjadi lebih lancar lalu lintasnya? Tidak sama sekali.
Silakan dipikirkan apabila fenoma tersebut terulang pada LCGC ini.
Gue pribadi tidak bisa membayangkan Jakarta menjadi lautan mobil murah. Jangan-jangan, nanti saat Anda baru keluar dari rumah, Anda langsung disambut kemacetan panjang. Hiiii.
Seperti sudah gue singgung sebelumnya, mobil ini mendapat potongan pajak dari pemerintah untuk menekan harga jual. Pemerintah baru saja merenggut salah satu pendapatan potensialnya sendiri. FYI, gue pernah baca di salah satu artikel bahwa pajak yang hilang karena program LCGC ini jauh lebih besar daripada biaya yang dibutuhkan untuk merevitalisasi angkutan umum kita yang busuknya sudah keterlaluan itu atau perbaikan beberapa infrastruktur seperti jalan.
Lagipula. kalau memang serius ingin membuat mobil yang ramah lingkungan, mengapa pemerintah tidak mendukung pengembangan mobil bermesin hybrid atau mobil listrik? Toyota Prius sudah lalu lalang di jalanan Jakarta sejak beberapa tahun lalu, sekarang mulai menyusul Toyota Camry Hybrid, KIA Optima Hybrid, bahkan ada mobil hybrid berjenis sportscar yaitu Honda CR-Z.
Honda CR-Z |
Toyota Camry |
Masalahnya, mobil ini sepi peminat karena harganya yang masih diatas rata-rata. Toyota Prius sendiri harganya masih ada di kisaran 600 jutaan dan Honda CR-Z di angka 450 jutaan. Lexus juga mempunyai line-up bermesin hybrid, dan model termurah adalah GS450h di angka 1.38 milyar.
Memang ada wacana untuk mengembangkan mobil-mobil ini melalui program Low Carbon Emission Vehicle, tapi kenapa baru sekarang?
IMO, solusi terbaik untuk Jakarta dan beberapa kota besar lainnya adalah revitalisasi angkutan umum. Kita bisa mencontoh Singapura yang sangat membatasi jumlah kendaraan yang berada di jalanan mereka setiap harinya. Untuk membeli sebuah mobil baru di Singapura, orang-orang akan berpikir lebih dari 2 kali. Pajak, biaya pengurusan surat-surat, biaya perawatan, tarif parkir, sistem Electronic Road Pricing adalah beberapa alasan warga Singapura enggan mempunyai kendaraan pribadi.
Apakah industri otomotif di Singapura terbilang lesu? Tidak. Mereka masih punya Singapore Motor Show, salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Jadi, apa yang Indonesia takutkan?
Indonesia hanya butuh kemauan dan rakyat yang sabar mengikuti perubahan dan kritis terhadap suatu kebijakan.
"Negara yang maju bukanlah negara dimana rakyat miskin bisa membeli kendaraan pribadi, namun negara dimana si kaya mau menggunakan transportasi publik."
No comments:
Post a Comment
Ehm, sudah tahu aturan komentar yang baik dan benar kan?